Tabligh Akbar Dalam Rangka Sosialisasi Pemilihan Gubernur & Wakil Gubernur Sultra 2024 | Rapat Pleno Penetapan Pasangan Calon Gubernur Dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2024 | Diskusi Kepemiluan

Publikasi

Opini

Lebih dari 4000 orang di Bombana mendatangi pelbagai Tempat Pemungutan Suara (TPS), 17 April 2019 silam, saat Pemilu digelar serentak se-nusantara. Bermodal KTP, mereka menemui Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan minta izin untuk ikut memilih. Dicek di data pemilih, nama mereka tak terdaftar. Ada yang tidak tercatat dalam dokumen Daftar Pemilih Tetap (DPT), ada pula yang sulit diverifikasi lewat aplikasi karena terkendala jaringan telekomunikasi. Demi menjaga kedaulatan hak pilih seseorang, petugas penyelenggara Pemilu di tingkat TPS akhirnya mengizinkan mereka ikut mencoblos. Nama mereka lalu dicatat dalam formulir bernama C7. Pemilih kategori baru itu oleh KPU ditahbiskan masuk sebagai kelompok Daftar Pemilih Khusus (DPK), yang datang menunjukan KTP ke petugas dengan domisilinya memang di desa tempat TPS berdiri. Saat keriuhan Pemilu pungkas, hasil sudah ditetapkan, dan yang terpilih sudah dilantik, KPU menelusuri kembali nama-nama pemilih modal KTP itu. Elemen datanya ditracking, mulai dari NIK, NKK, hingga desa dan TPS yang mana ia harusnya tercatat. Bila semua akuntabel, maka barulah difaktualkan sebagai pemilih baru. Ternyata, cukup banyak di antara mereka itu sejatinya sudah tercatat sebagai pemilih tetap di tempat lain. Ketika mereka pindah ke alamat baru, tidak sempat laporan ke KPU atau jajarannya untuk didaftarkan sebagai pemilih di lokasi baru, sekaligus dicoret di alamat lama. Ada pula memang yang elemen datanya tidak lengkap. Situasinya jadi rumit karena sistem data di KPU tidak bisa mendeteksi orang yang pindah alamat, apalagi bila mereka hijrah usai pendataan pemilih. Gara-gara data pemilih ini pula, KPU sempat jadi sasaran kecurigaan publik pada Pemilu 2019 lalu hingga kerja-kerja penyelenggara harus diuji lewat Mahkamah Konstitusi (MK). Meski bisa membuktikan tidak pernah memanipulasi apapun, tetap saja ini jadi pelajaran maha penting untuk terus berbenah diri demi menjaga hak pilih setiap warga negara yang memang memenuhi syarat sebagai pemilih, sekaligus mendelete mereka yang sudah tidak layak lagi. Bagaimana cara merawat data pemilih agar terus mutakhir? Ruangnya ternyata disediakan dan amat regulatif. Tengoklah pasal 204 ayat (1) di UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Klausul di pasal itu menyebut bahwa KPU/KIP Kabupaten/Kota melakukan pemutakhiran data pemilih berdasarkan daftar pemilih tetap Pemilu terakhir yang dimutakhirkan secara berkelanjutan. Selanjutnya pada pasal yang sama ayat (5) disebutkan; hasil pemutakhiran data pemilih digunakan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih sementara (DPS). Petunjuk secara detail pun tiba di KPU daerah, Februari 2020 lalu. Sebuah instruksi dalam bentuk surat edaran bernomor 181 tahun 2020 dari KPU RI memerintahkann dilakukannya pemutakhiran data pemilih berkelanjutan alias PDB. Secara khusus, surat ini ditujukan kepada KPU di daerah yang tak menggelar Pilkada tahun 2020. Sedangkan mereka yang sedang hajatan Pilkada, mekanismenya lebih khusus. Pemutakhiran Data Berkelanjutan (PDB) ini bertujuan untuk memperbaharui data pemilih guna mempermudah proses pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih pada pemilu/pemilihan selanjutnya. Targetnya, mereka yang belum terdaftar dalam Pemilu 2019, penduduk pindah datang, pemilih pemula yang baru berusia 17 tahun atau anggota TNI/Polri yang memasuki masa purnatugas, perubahan identitas kependudukan, pindah domisili e-KTP dan data laporan kematian. Berbekal perintah itu, sejak Maret lalu, semua Satker KPU di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Bombana, segera melakukan konsolidasi data pemilih. Pengecekan awal dilakukan dengan memasukan data-data para pemilih kategori DPK sebagai data mutakhir. Tentu tidak asal comot, tetapi menvalidasi kembali elemen data pemilih itu. Jika layak, maka nama mereka diinput. Setelah semua nama-nama pemilih baru di DPK tuntas “ditransfer” masuk ke daftar pemilih, KPU Bombana juga memilih cara lebih teknis. Tiga pekan lalu misalnya, saya berkesempatan mengunjungi sebuah desa di wilayah Poleang Tengah. Kepala desanya cukup kooperatif membantu. Kepadanya, kami sodori DPT Pemilu 2019, yang langsung dicermati. Ia kemudian mencoret beberapa warga yang dipastikan sudah meninggal dunia dan pindah domisili. Kami pun menghapusnya dari DPT. Kordiv Data KPU Bombana, Muh. Safril juga menyusuri beberapa desa di Pulau Kabaena, awal Juni silam. Tujuannya serupa, meminta bantuan aparat desa mencermati kembali warganya yang sudah tidak kategori pemilih lagi. Semua dilakukan demi upaya memutakhirkan data pemilih. Inilah tanggungjawab kami terhadap proses demokratisasi bermartabat di negeri ini. Data-data terbaru ini saban akhir bulan – sejak April – diplenokan oleh KPU Bombana. Kami mengundang Bawaslu dan Capil untuk mendengar validasi data pemilih terbaru, termasuk meminta tanggapan mereka soal kependudukan. Kepada dua lembaga ini dipaparkan urgensi melakukan Pemutakhiran Data Berkelanjutan (PDB), termasuk mensingkronkan data. Teranyar, 30 Juni lalu, kami menggelar pleno. Hasilnya, pemilih di Bombana yang memenuhi syarat berjumlah 101.470 orang. Rinciannya, 50.671 pria dan 50.799 wanita. Mereka tersebar di 22 kecamatan dan 143 desa/kelurahan yang ada di Bombana. Angka ini sudah bergeser dari DPT Pemilu yang jumlahnya hanya 100.439 pemilih. Angka ini sangat mungkin terus bertambah karena setiap saat KPU Bombana melakukan upaya validasi dan pengecekan lapangan terhadap siapapun yang sudah tak pantas lagi berstatus pemilih di Bombana, termasuk mereka yang baru memenuhi syarat. Data pemilih itu setidaknya memenuhi 3 (tiga) kualitas data, yakni mutakhir, akurat dan komprehensif. Data pemilih yang mutakhir menggambarkan kondisi kekinian pemilih yang terus menerus diperbaharui untuk digunakan di hari H pemungutan suara, entah itu di Pilkada atau juga kelak di Pemilu 2024 mendatang. Momentum pemutakhiran data pemilih berkelanjutan (PDPB) diharapkan dapat menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya administrasi kependudukan (adminduk). Sebab pemutakhiran data akan lebih mudah jika masyarakat proaktif melaporkan setiap perubahan data diri kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) atau melalui KPU/KIP Kabupaten/Kota setempat. Urusan ini tentu akan lebih mudah jika Anda, warga Bombana, berkenan mengecek kembali nama Anda di aplikasi pengecekan data pemilih bernama KPU RI Pemilu 2019. Aplikasinya silakan diunduh, lalu cek kembali nama Anda. Bila belum tercatat sebagai pemilih, maka kami akan sangat menghargainya jika bersedia melaporkan itu ke kami, KPU Bombana di Rumbia. Saya bahkan tidak keberatan jika itu Anda menyampaikan di kolom komentar tulisan ini. Syarat jadi pemilih itu mudah. Pastikan Anda sudah 17 tahun. Bisa jadi pemilih meski tidak 17 tahun, asal Anda sudah menikah atau pernah menikah. Mereka yang baru purnatugas sebagai anggota TNI/Polri juga sudah berhak memilih. Syarat paling utama tentu saja ber-KTP Bombana dan tidak sedang terganggu jiwanya. Bantu kami menjaga data pemilih yang baik. Sampaikan ke kami bila ada kerabat, tetangga atau warga satu desa Anda yang sudah meninggal dunia atau telah pindah domisilinya agar kami hapus mereka dalam daftar. Jika setiap warga sadar, disiplin dan tertib melaporkan setiap perubahan data diri dan keluarganya, maka akurasi dan validitas data bisa tercipta. Upaya pemutakhiran data pemilih berkelanjutan menjadi penting sebagai ikhtiar awal dan terencana dalam melakukan perbaikan data ini secara terus menerus. Upaya jemput bola yang kreatif dan inovatif menjadi salah satu metode, selain hubungan kerjasama yang baik dari setiap pemangku kepentingan. Nah, kalau data pemilih saja kami jaga dan rawat…apalagi kamu..!!! Abdi Mahatma R Anggota KPU Kabupaten Bombana Kordiv. Sosdiklih, Parmas dan SDM

oleh: Andang Masnur  Anggota KPU Kab Konawe  Selasa 14 Juni 2022 menjadi tanda dimulainya tahapan Pemilu 2024. Penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 pun telah bekerja memulai berjalannya tahapan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai salah satu penyelenggara teknis pun telah bekerja dan salah satunya mengeluarkan aturan teknis, PKPU 3 Tahun 2022 tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024. Aturan ini tentu perlu disosialisasikan dan dipahami tidak hanya penyelenggara dan peserta pemilu tapi juga masyarakat. Mengingat pemahaman yang baik berkorelasi pada partisipasi di dalam penyelenggaraan pemilu. Partisipasi pemilih juga erat kaitannya dengan keberhasilan penyelenggaraan pemilu itu sendiri sehingga menjadi konsen KPU. Evaluasi pelaksanaan sosialisasi yang telah dilaksanakan pada pemilu yang lalu akan menjadi bahan dalam merumuskan arah kebijakan sosialisasi berikutnya. Sebagai gambaran pada Pemilu 2019 secara nasional partisipasi pemilih melampaui target 75 persen yaitu 81,97 persen pada pemilihan presiden dan wakil presiden. Target partisipasi masyarakat untuk Pemilu 2024 memang belum ditetapkan. Tetapi berkaca dari pelaksanaan pemilu yang lalu, penulis mencatat tiga poin besar sosialisasi dalam rangka mempertahankan dan atau meningkatkan partisipasi masyarakat pemilu selanjutnya, yaitu: kolaborasi, edukasi dan informasi. Kolaborasi Sosialisasi tentu saja bukan tugas KPU bersama jajaran, tetapi juga tugas seluruh elemen pemangku kebijakan. Bawaslu sebagai mitra penyelenggara, partai politik sebagai peserta pemilu, pemerintah, akademisi, lembaga dan organisasi masyarakat termasuk insan media turut mempunyai andil dalam memberikan sosialisasi pemilu kepada masyarakat. Tingginya angka partisipasi pada pemilu lalu juga bukan tanpa catatan, mengingat pertama masih tingginya angka surat suara tidak sah. Tercatat untuk pemilu presiden dan wakil presiden saja (yang desain surat suaranya relatif lebih mudah dibanding empat jenis pemilihan lainnya) ada 3.754.905 surat suara tidak sah, termasuk 68.757 surat suara untuk luar negeri yang mengalami hal serupa. Dan untuk pemilu DPR RI suara tidak sahnya sangat tinggi yaitu di angka 17.503.953. Yang kedua adalah tantangan letak geografis sebagian wilayah yang sulit dijangkau. Jika sosialisasi hanya dibebankan kepada KPU, tentu membuat tidak semua wilayah dapat tersambangi. Apalagi dengan digelarnya lima jenis pemilihan sekaligus, tahapan pemilu pasti akan padat sekali. Sehingga memungkinkan beberapa wilayah yang letak geografisnya sulit dijangkau seperti wilayah pesisir, kepulauan dan daerah yang masih terisolir karena minim fasilitas infrastruktur tidak dapat dijangkau. Dua hal ini menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi semua pihak termasuk bagi KPU nantinya. Sosialisasi tentang cara mencoblos yang benar mesti digalakkan. KPU dan peserta pemilu baik perseorangan maupun partai politik juga harus memperbanyak sosialisasi, sehingga masyarakat tidak “rugi” telah datang ke TPS namun suaranya tidak sah. Edukasi Partisipasi tidak hanya menitik beratkan pada angka jumlah pemilih yang datang ke TPS. Tetapi juga proses demokrasi lima tahunan ini dapat berjalan dengan damai. Berkaca pada pelaksanaan Pemilu 2019 lalu, maka perlu adanya edukasi kepada pemilih agar tidak mempermasalahkan perbedaan pilihan yang dimilikinya dengan orang lain. Dengan prinsip semacam ini maka otomatis akan menekan polarisasi yang terjadi di masyarakat. Edukasi berikutnya tentu menyadarkan masyarakat pentingnya menyalurkan hak pilih dengan datang ke TPS. Semakin tinggi angka partisipasi masyarakat maka semakin representatif pemimpin yang dihasilkan. Pendidikan pemilih lainnya agar masyarakat mampu menyikapi hoaks atau berita bohong serta memahami perlunya menolak politik uang. Di beberapa tempat yang tingkat partisipasinya rendah banyak disebabkan karena masyarakat lebih mementingkan aktivitas sosialnya ketimbang menyempatkan diri datang ke TPS. Misalnya para pedagang di pasar atau nelayan di wilayah pesisir yang lebih mementingkan mencari nafkah dibanding datang ke TPS di hari H pemilu. Kelompok-kelompok tersebut tidak boleh luput dari sosialisasi dan edukasi yang dilakukan sehingga pada saat pemilu nanti mereka menyadari bagaimana pentingnya satu suara dalam menentukan arah pembangunan bangsa dan daerah lima tahun yang akan datang. Informasi Berikutnya adalah tentu soal informasi yang harus mampu menjangkau seluruh masyarakat khususnya pemilih. Pertama, masyarakat mesti mengetahui bahwa tahapan Pemilu 2014 sedang berjalan dan untuk menyalurkan hak pilih mesti terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sehinga untuk itu masyarakat yang telah bersyarat harus antusias untuk memastikan dirinya terdaftar dalam DPT. Kedua, informasi yang mesti sampai kepada masyarakat adalah jenis pemilihan yang akan digelar dan peserta pemilu. Meskipun pemilu 2024 ini adalah kali kedua kita menggelar pemilu serentak Pileg dan Pilpres tetapi informasi akan hal tersebut juga tetap dilakukan. Begitu juga dengan calon dan partai politik pesertanya. Data dari Kemenkumham menyebutkan ada 75 parpol yang terdaftar. Saat ini sedang dibuka pendaftaran bagi parpol peserta pemilu. Nantinya setelah dilaksanakan verifikasi baik administrasi maupun vaktual terhadap kepengurusan dan ditetapkan parpol apa saja yang menjadi peserta Pemilu informasi ini harus segera sampai ke masyarakat. Pada akhirnya semua tahapan yang sedang berjalan tentu penting untuk diketahui sehingga mampu menggerakkan pemilih untuk hadir nantinya ke TPS. Partisipasi masyarakat dalam pemilu tentu tidak hanya pada saat hari H pemilu. Tetapi juga partisipasi dalam melibatkan diri sebagai bagian dari penyelenggara maupun peserta pemilu itu sendiri. Jika kesemua hal tersebut diperhatikan dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat maksimal, kita optimis angka partisipasi masyarakat tetap tinggi. Tidak hanya itu, harapan kita polarisasi ditengah-tengah masyarakat tidak perlu terjadi. Sehingga pelaksanaan pemilu dapat berjalan dengan aman dan damai pada tanggal 14 Februari 2024 yang akan datang. InsyaAllah. (*)

Bagi banyak pandangan, pendanaan Pemilu seringkali dianggap menguras keuangan Negara. Penyelenggaraan Pemilu (Presiden dan Legislatif) bersumber dari APBN, serta Pemilihan Kepala Daerah yang bersumber dari APBD, selalu menjadi momok yang diperbincangkan publik. Apalagi saat ini, ketika kondisi pandemik, maka anggaran Negara akan terfokus untuk mengatasi permasalahan kesehatan dan pemulihan ekonomi rakyat yang terimbas pandemik. Untuk mempersiapkan Pemilu dan Pemilihan serentak Tahun 2024, KPU telah mengajukan kebutuhan anggaran sebesar 76,6 Triliun Rupiah yang bersumber dari APBN dan 26,2 Triliun Rupiah dari APBD, atau total 102,8 Triliun Rupiah untuk 4 (empat) tahun anggaran 2022 sd 2025. Angka ini masih dianggap terlalu fantastis oleh berbagai pihak, ditengah kondisi keuangan Negara yang belum stabil mengatasi prioritas pembangunan nasional lainya. Namun, dalam perspektif yang berbeda, anggaran Penyelenggaran Pemilu mestinya dianggap sebagai sebuah investasi. Karena kegagalan penyelenggaran Pemilu akan berakibat pada resiko hancurnya tatanan kehidupan politik dan demokrasi Indonesia. Anggaran Negara yang telah digunakan untuk pembangunan diberbagi sektor, akan mengalami kerusakan ketika Pemilu gagal menghasilkan suksesi kepemimpinan nasional dan daerah yang legitimate. Ancaman konflik horizontal, dan pengakuan dunia internasional terhadap demokrasi Indonesia merupakan resiko gagalnya Pemilu di Indonesia. Resiko kerugian bangsa dan Negara Indonesia akan lebih besar nilainya, jika dibandingkan dengan jumlah anggaran yang akan alokasikan untuk penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan. Bahkan keutuhan dan eksistensi NKRI menjadi taruhan, ketika penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan seretak Tahun 2024 gagal. Padahal, semua progam pembangunan yang dilakukan saat ini adalah demi keutuhan NKRI. Menjadi ironis, ketika semua daya dan upaya pembangunan untuk integrasi bangsa, harus dipertaruhkan dengan resiko kegagalan demokrasi hanya karena kita mengabaikan investasi jangka panjang untuk keberlanjutan Indonesia sebagai sebuah Negara yang berdaulat. Strategi investasi Negara dalam pendanaan penyelenggaraan pemilu yang dilakukan KPU adalah melalui penguatan berbagai program prioritas nasional dalam aktivitas persiapan dan penyelenggaraan Pemilu. Sehingga anggaran penyelenggaran Pemilu 2024, tidak semata-mata hanya sebatas membiayai teknis penyelenggaraan   Pemilu yang habis pakai, namun berkontribusi pada berbagai program prioritas nasional yang pada ujungnya merupakan investasi integrasi NKRI dalam jangka panjang. Pemulihan Ekonomi Nasional Salah satu focus anggaran Pemerintah disaat dan pasca pandemik Covid-19, adalah pemulihan ekonomi nasional, antara lain melalui peningkatan daya beli dan prokduktivitas rumah tangga. Upaya ini dilakukan melalui stimulus bantuan kepada masyarakat dan investasi padat karya. Dalam skema anggaran KPU untuk Pemilu dan Pemilihan 2024, juga merupakan bagian dari program prioritas pemulihan ekonomi nasional. Dari total anggaran penyelenggaran Pemilu dan Pemilihan 2024, tercatat 52 Triliun Rupiah dialokasikan untuk honor/gaji bagi sekitar 8 (delapan) juta orang aparatus KPU. Artinya, 51 % anggaran Pemilu dan Pemilihan kembali kepada masyarakat (Penyelenggara Pemilu dari pusat hingga desa/kelurahan dan TPS), dan menjadi bagian dari peningkatan daya beli dan prokduktivitas rumah tangga untuk 4 Tahun (2022, 2023, 2024 dan 2025). Selain alokasi 51 % anggaran kembali kepada masyarakat, penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan juga menstimulus usaha padat karya masyarakat kecil dan menengah, melalui aktivitas kepemiluan antara lain pencetakan, printing dan usaha lainya yang mendukung kampanye dan sosialisasi pemilu/pemilihan. Kesadaran Politik Masyarakat Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia merupan program prioritas pembangunan Indonesia. Dalam pengagaran Pemilu, investasi sumber daya manusia juga merupakan bagian penting dengan menciptakan penyelenggara pemilu yang merupakan aparatus KPU sekitar 8 (delapan) juta orang yang memahami demokrasi sebagai intrumen integrasi bangsa. Selain itu, adanya aktivitas pendidikan politik kepada masyarakat yang dilakukan peserta pemilu baik Partai Politik, pasangan Calon Presiden/Wapres, Kepala Daerah/Wakada dan calon Anggota Legislatif, menjadi bagian penting dalam peningakatan kesadaran politik masyarakat. Peningkatan sumber daya manusia dalam pemilu merupakan investasi program peningkatan kapasitas untuk aparatus penyelenggara pemilu, masyarakat ataupun para calon pemimpin bangsa dalam hal pemilu dan demokrasi. Investasi sumber daya manusia ini pada dasarnya untuk membentuk karakter bangsa melalui masyarakat yang melek politik dengan baik dan benar. Teknologi Informasi Di era digitalisasi secara global saat ini, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai program prioritas nasional yang terkait dengan tekhnologi informasi untuk mempercepat   pelayanan publik dan transformasi ekonomi nasional. Program digitalisasi nasional melalui tekhnologi informasi dan komunikasi, dilaksanakan oleh semua sektor pembangunan. Tujuannya adalah agar masyarakat dan pemerintah cepat adaptif terhadap lingkungan global dalam berbagai sendi kehidupan. Dalam hal tekhnologi informasi, pendanaan penyelenggaran Pemilu 2024 menjadi bagian penting dan strategis. Selain mendorong infrastruktur tekhnologi informasi dan komunikasi kepemiluan diseluruh wilayah Indonesia, KPU juga berkontribusi dalam peningkatan kualitas kepercayaan publik terhadap kebijakan yang berbasis dari tekhnologi informasi. Setidaknya akan ada sekitar 1 (satu) juta titik TPS yang melakukan digitalisasi proses dan hasil Pemilu/Pemilihan, yang dioperasionalisasikan oleh 8 (delapan) juta orang aparatus KPU dalam waktu yang sama. Salah satu tantangan dalam adapatasi budaya digital ditengah masyarakat adalah kepercayaan publik. Oleh karenanya, KPU tidak hanya membangun sarana dan prasarana tekhnologi informasi yang dapat dimanfaatkan pasca Pemilu/Pemilihan, tetapi juga menciptakan budaya digital secara kolosal dalam pengambilan keputusan politik sebagai bagian pengejawantahan kedaulatan rakyat untuk memmperkuat integrasi bangsa. Pendapatan Negara Pendanaan untuk penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024, juga merupakan bagian dari investasi keuangan Negara. Salah satu item anggaran Pemilu/Pemilihan adalah untuk Logistik Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Dimana logistik Pemilu/Pemilihan menjadi Barang Milik Negara (BMN), yang tidak sepenuhnya barang habis pakai. BMN Logistik pemilu/pemilihan sebagian besar dapat dimanfaatkan kembali melalui mekanisme lelang pasca pemilu/pemilihan, sehingga menjadi bagian dari pendapatan keuangan Negara. Dalam catatan KPU hingga awal bulan November 2021, telah berkontribusi pada pendapatan keuangan Negara sekitar 200 Milyar Rupiah hasil lelang Logistik Pemilu 2019 dan Pemilihan 2020. Catatan pendapatan Negara ini belum seluruh Logistik Pemilu 2019 dan Pemilihan 2020 yang dilakukan lelang (sebagian sedang proses). Berangkat dari catatan – catatan singkat diatas, artinya anggaran penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan bukanlah anggaran yang habis pakai atau menghabur-hamburkan uang rakyat. Namun merupakan investasi yang dikeluarkan Negara untuk pengurangan risiko bencana demokrasi, sehingga dapat menyelamatkan aset yang bernilai lebih besar yakni integrasi bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Bernad Dermawan Sutrisno, Sekjen KPU RI)